7 PENGUSAHA ASAL MINANG YANG JADI MILYARDER
Tak Melulu bergelut di Dunia usaha
Kuliner dan Tekstil, ternyata banyak penguasaha asal minang yang bergelut di
sektor usaha lain yang sukses dan menjadi milyarder. Hal ini hasil kerja keras
mereka dalam manjalani usaha. Inilah pengusaha sukses asal minang yang berhasil
dihimpun
1. Basrizal Koto
Basko (Basrizal Koto) lahir pada 11 Oktober 1959 Kampung
Ladang, Padang Pariaman, Sumatra Barat, dari pasangan Ali Absyar dan Djaninar.
Masa kecilnya sangatlah getir, di mana Basko sempat merasakan hanya makan
sehari sekali, di mana untuk makan sehari-hari saja sang ibu harus meminjam
beras ke tetangga. Ayahnya hanyalah bekerja sebagai buruh tani yang mengolah
gabah. Karena susahnya hidup, ia ditinggal ayahnya yang pergi merantau ke Riau.
Ketabahan sang ibu yang dipanggilnya amak dalam menghadapi kehidupan selalu
membekas dihatinya.
Meski sempat bersekolah hingga
kelas lima SD, Basko akhirnya berkesimpulan bahwa kemiskinan harus dilawan
bukan untuk dinikmati. Atas seizin ibunya, diapun memilih pergi merantau ke
Riau dibanding melanjutkan sekolah. Sebelum berangkat, ibunya berpesan agar
menerapkan 3 K dalam hidup, yaitu pandai-pandai berkomunikasi, manfaatkan
peluang dan kesempatan, serta bekerjalah dengan komitmen tinggi. 3 K itulah
yang dia terapkan dalam berbisnis. Hal pertama yang dilakukannya di perantauan
adalah datang ke terminal setelah subuh untuk mencari pekerjaan menjadi kernet.
Berkat kemampuannya berkomunikasi, maka hari pertama dia sudah bisa membantu
sopir oplet. Saat pertama jadi kernet, siang-malam dia bekerja hingga
memungkinkan untuk menyewa rumah kontrakan guna menampung keluarga.
Basko yang panjang akal dan
visioner mengawali usahanya dengan berjualan pete. Meski tidak punya uang
tetapi dengan modal kepercayaan, pete yang belum dibayar dibawanya ke restoran
Padang dan dijual dengan selisih harga yang lebih tinggi. Perjalanan hidupnya
penuh warna dan keinginan untuk terus mengubah nasib mengantarnya menjajal
berbagai macam profesi mulai dari kernet, sopir, pemborong, tukang jahit hingga
akhirnya menjadi dealer mobil.
Kemahirannya berkomunikasi,
membangun jaringan, menepati janji, dan menjaga kepercayaan akhirnya membawanya
sukses menaklukan kemiskinan, membangun kerajaan bisnis, dan menciptakan
lapangan kerja. Jumlah perusahaan yang dikelolanya kini mencapai 15 perusahaan
dan sejak 2006 dia juga terjun ke bisnis penambangan batu bara di Riau,
menyediakan jasa TV kabel dan Internet di Sumatra.
Beberapa perusahaan yang masuk
dalam MCB Group miliknya adalah PT Basko Minang Plaza (pusat belanja, saat ini
berubah nama menjadi Basko Grand Mall), PT Cerya Riau Mandiri Printing (CRMP)
(percetakan), PT Cerya Zico Utama (properti), PT Bastara Jaya Muda (tambang
batubara), PT Riau Agro Mandiri (penggemukan, impor dan ekspor ternak), PT Riau
Agro Mandiri Perkasa (pembibitan, pengalengan daging), PT Indonesian Mesh
Network (TV kabel dan Internet), dan PT Best Western Hotel (saat ini berubah
nama menjadi Premier Basko Hotel) Padang. Premier Basko Hotel Padang sebuah
hotel bintang lima terdiri dari 180 kamar yang beroperasi di Padang, Sumatra
Barat. Saat ini proyek yang sedang berjalan seiring dengan perkembangan kota
Pekanbaru, Riau adalah Green City Riau Superblock yang berada di jantung pusat
Kota Pekanbaru berdiri di lahan seluas 2 Hektar dengan konsep Superblock di
mana terdiri dari 7 Lantai Pusat Perbelanjaan dan 3 Tower masing-masing Tower
Apartemen, Tower Condotel / Condominium Hotel dan 1 Tower Perkantoran.
Ia juga menjadi pemilik empat
media yang sirkulasinya hampir seluruh Pulau Sumatra bahkan menjangkau Jakarta,
yaitu Harian Haluan di Padang, Harian Haluan Kepri di Batam, Harian Haluan Riau
di Pekanbaru dan Radio Mandiri FM di Pekanbaru
2. Abdul
Latief
Abdul Latief lahir di Banda Aceh, Aceh, 27 April 1940 dan merupakan putra dari pasangan perantau Minang Mohammad Latief dan Sitti Rahmah yang berasal dari Pasa Gadang, Padang, Sumatra Barat. Pada tahun 1920, ayahnya pergi merantau ke Banda Aceh, dan kemudian ia lahir disana. Disamping berdagang, ayahnya juga aktif dalam organisasi keagamaan Muhammadiyah. Pada saat berusia empat tahun, ayahnya meninggal dunia, dan kemudian ia diasuh oleh ibunya.
Abdul Latief merupakan lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Krisnadwipayana, Jakarta. Semasa kuliah ia telah bekerja di Toserba Sarinah. Disini ia dipercaya untuk mempelajari manajemen toko serba ada Seibu, Jepang. Sepulangnya dari Tokyo ia hendak mengembangkan konsep pemasaran yang dipelajarinya ke dalam konsep pemasaran "Sarinah". Namun atasannya tidak berkenan dengan konsep yang ia tawarkan itu.
Keluar
dari Toserba Sarinah, Latief memberanikan diri untuk menjadi pengusaha dengan
mengembangkan toserbanya sendiri. Untuk itu, langkah pertama yang ia lakukan
adalah membeli sebuah toko kecil di Grogol, Jakarta. Pada tahun 1974, Latief
mendirikan PT Indonesia Product Centre Sarinah Jaya. Perusahaan ini mengelola
swalayan yang memasarkan produk-produk industri kecil. Setahun kemudian, ia
membuka cabang di Singapura. Pada tahun 1981, Latief memodernisasi swalayannya
dengan membangun Pasaraya departement store. Pada tahun 2001 ia merambah bisnis
media dengan mendirikan jaringan televisi Lativi. Kini Abdul Latief masuk ke
dalam jajaran konglomerat Indonesia yang cukup sukses. Di bawah bendera ALatief
Corporation, ia mengelola bisnis periklanan, agrobisnis, hotel, asuransi,
properti, konstruksi, eceran, dan media massa. Kini kegiatan bisnisnya banyak
ditangani oleh putra-putrinya, Medina Latief Harjani dan Ahmad Dipo Ditiro
3. Fahmi
Idris
Fahmi
lahir di Jakarta, 20 September 1943, merupakan putra dari pasangan perantau
Minangkabau. Ayahnya Haji Idris Marah Bagindo, merupakan seorang pedagang yang
mendidik anak-anaknya untuk taat beragama dan disiplin. Fahmi yang menghabiskan
masa kecilnya di Kenari, Jakarta Pusat, terkenal bengal dan suka berkelahi. Ia
lulus dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada tahun 1969. Di kampus
tersebut, Fahmi dikenal sebagai aktivis yang ulet dan cekatan. Beberapa jabatan
kemahasiswaan sempat ia sandang, antara lain sebagai pimpinan Himpunan
Mahasiswa Islam, Ketua Senat Fakultas Ekonomi UI (1965-1966), dan Ketua Laskar
Ampera Arief Rachman Hakim (1966-1968).
Fahmi Idris merupakan seorang pengusaha dan politikus asal Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dalam Kabinet Reformasi Pembangunan. Serta Menteri Perindustrian dan Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi pada Kabinet Indonesia Bersatu. Fahmi juga pernah terpilih menjadi anggota DPR-GR mewakili kalangan mahasiswa, serta ketua Fraksi Golkar di MPR-RI. Mulai Februari 2017 Fahmi Idris menjadi Dewan Penasehat Ormas dan LBH Bang Japar (Kebangkitan Jawara dan Pengacara) di mana yang menjadi Ketua Umumnya adalah Fahira Fahmi Idris
Fahmi
memulai kariernya sebagai pengusaha pada tahun 1967. Dua tahun kemudian bersama
para eksponen 1966, ia mendirikan PT Kwarta Daya Pratama. Pada tahun 1979, ia
duduk sebagai direktur utama Kongsi Delapan (Kodel Group), sebuah perusahaan
konglemerasi yang didirikannya bersama Aburizal Bakrie, Soegeng Sarjadi, Abdul Latief
dan Pontjo Sutowo. Pada era 1980-an, perusahaan tersebut merupakan konglomerasi
yang cukup besar. Kodel mengelola usaha agrobisnis, perdagangan, perbankan,
perminyakan, hingga hotel. Pada tahun 1988, Kodel membangun Hotel The Regent
(kini Four Seasons Jakarta) di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan. Bisnis
propertinya tidak hanya di Jakarta, namun juga merambah Beverly Hills,
California. Disana Fahmi membangun sebuah hotel, Regent Beverly Whilshire.
4. Nurhayati
Subakat
Nurhayati Subakat lahir di Padang Panjang, Sumatra Barat, 27 Juli 1950 adalah seorang pengusaha kosmetik asal Indonesia. Ia merupakan pendiri PT Pusaka Tradisi Ibu yang kini telah berubah menjadi PT Paragon Technology and Innovation, yang mengelola merek kosmetik Wardah, Make Over, dan perawatan rambut Putri dan IX.
Nurhayati merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara pasangan Abdul Muin Saidi dan Nurjanah asal Minangkabau. Ia menghabiskan masa kecilnya di Padang Panjang. Seusai menamatkan sekolah Diniyah Putri, ia kemudian pindah ke Padang. Di sini, sambil bersekolah ia juga membantu usaha orang tuanya. Setelah itu ia melanjutkan pendidikannya di Jurusan Farmasi, Institut Teknologi Bandung.
Nurhayati
memulai kariernya sebagai apoteker di Rumah Sakit Umum Padang. Kemudian ia
pindah ke Jakarta dan bekerja di perusahaan kosmetik Wella, sebagai staf
quality control. Dari sinilah ia mencoba berinsiatif untuk berbisnis sendiri.
Pada tahun 1985, ia memulai usahanya dari industri rumahan dengan memproduksi
sampo bermerek Putri. Setelah membesut produk pertama, ia mendirikan pabrik di
Cibodas dan Tangerang.
5. Amir Rasydi Datuk Basa
Amir Rasydin adalah seorang pengusaha Minangkabau yang memulai bisnisnya pada tahun 1957 dengan melakukan penjualan hasil bumi. Pada tahun 1979, dia berkongsi dengan Sofyan Ponda mendirikan Hotel Menteng I, II, dan III. Pada tahun 1983 mereka berpisah, dan Amir Rasydin atau yang akrab disapa dengan Pak Datuk mendapatkan Hotel Menteng I dan II.
Dari
sini bisnis hotel dan resortnya terus berkembang. Di bawah kendali Hotel
Menteng Group, jaringan hotelnya terus membesar hingga mencapai 15 hotel. Beberapa
hotelnya yang cukup terkenal antara lain Hotel Grand Menteng, Hotel Sentral,
Oasis Amir Hotel, Hotel Maharani, dan Hotel Royal Kuningan, yang semuanya
terletak di pusat kota Jakarta.
6. Zairin
Kasim
Drs. H. Zairin Kasim lahir di Pariaman, Sumatra Barat, 8 Agustus 1945 adalah seorang pengusaha dan politisi Indonesia. Zairin merupakan putra Minangkabau. Ayahnya Sutan Kasim, adalah seorang pengusaha yang mengelola perusahaan yang tersebar di Pulau Sumatra, di bawah bendera PT Sutan Kasim Ltd. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA 2 Padang, Zairin melanjutkan kuliahnya di Fakultas Ekonomi Universitas Andalas, Padang. Di kampus itu, ia merupakan salah satu lulusan terbaik. Zairin kemudian melanjutkan kuliahnya di Universitaet Hamburg, Jerman mengambil jurusan manajemen.
Zairin melanjutkan usaha yang telah dirintis ayahnya, dengan mengembangkan perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan, rumah sakit, perdagangan umum, perkebunan dan lain-lain. Salah satu perusahaannya PT Suka Fajar Ltd, bergerak dibidang otomotif sebagai diler Mitsubishi, juga servis dan suku cadang yang memiliki belasan outlet di beberapa wilayah Sumatra, antara lain di Padang, Bengkulu, Jambi, Pekanbaru, dan Medan.
Selain
itu ia juga mengelola hotel di Pekanbaru di bawah bendera PT Suka Surya
Internusa, mengelola Rumah Sakit Selasih di Padang, dan juga perusahaan yang
bergerak dalam bidang perdagangan umum, industri, perbengkelan, dan konstruksi
di Pekanbaru.
7. Ahmad
Sahroni
Ahmad Sahroni lahir di Kebon Bawang, Tanjung Priok, Jakarta Utara, 8 Agustus 1977. Roni adalah seorang pengusaha dan politisi Indonesia. Ia menggeluti bisnis transportasi, dan telah memiliki beberapa kapal tongkang pengangkut BBM. Ahmad Sahroni juga anggota DPR RI Komisi III.
Ia merupakan putra dari sebuah keluarga sederhana yang berprofesi sebagai penjual nasi Padang di Pelabuhan Tanjung Priok. Orang tua kandungnya bercerai, ibunya menikah lagi, dan Roni memiliki adik lain ayah bernama Heri Susanto.Keluarga ibunya berasal dari Naras, Padang Pariaman, Sumatra Barat.
Roni menempuh pendidikan dasar dan menengahnya di Tanjung Priok. Ketika itu ia telah mulai mencari penghasilan sendiri dengan menjadi tukang semir sepatu dan ojek payung. Roni kemudian masuk SMA Negeri Baru Cilincing (kini SMAN 114), dan ketika duduk di kelas dua Roni menjadi Ketua OSIS. Selepas SMA tahun 1995, pendidikannya tidak diteruskan ke bangku kuliah.
Ketika Roni menjadi karyawan, ia mendapat banyak pengalaman yang berguna, sebelum akhirnya mendirikan perusahaannya sendiri. Mula-mula ia menjadi sopir di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pengisian bahan bakar minyak. Ia merangkap mengerjakan administrasi dan pembayaran, serta pekerjaan-pekerjaan suruhan lainnya termasuk sebagai tukang angkat selang pengisi bahan bakar kapal. Setelah beberapa lama, ia semakin menguasai seluk-beluk bisnis tersebut dan jabatannya terus meningkat, sehingga menjadi kepala operasi, kemudian manajer, dan akhirnya direktur. Roni kemudian keluar dan mendirikan perusahaan lain dengan dana dari pemodal, namun hasil dari kerja sama tersebut tidak cukup memuaskan.
Peruntungan
Roni mulai berubah pada 2004, yaitu ketika ia membuka perusahaannya sendiri,
meskipun pada awalnya menghadapi berbagai kesulitan.Ia kini adalah pemilik
perusahaan PT Ekasamudera Lima dan PT Ruwanda Satya Abadi, yang memiliki beberapa
kapal tongkang pengangkut BBM.
Posting Komentar untuk "7 PENGUSAHA ASAL MINANG YANG JADI MILYARDER"